Bentuk Dukungan Australia Terhadap Kemerdekaan Indonesia

Bentuk Dukungan Australia terhadap Kemerdekaan Indonesia (Soekarno dan Critchley)

Secara geografis, wilayah Indonesia dan Australia terpisah jarak sekitar 3.457 km. Selain kedekatan jarak, Indonesia dan Australia memiliki kedekatan historis yang cukup kuat. Hubungan kedua negara sudah terjalin sejak abad XVII ketika para pelaut Bugis dan Timor melakukan kontak dengan penduduk asli Australia.

Memasuki awal abad XX banyak pelaut Sulawesi dan Jawa datang ke Australia untuk bekerja di perusahaan pelayaran milik Belanda yang beroperasi di pelabuhan Sydney dan Melbourne. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada  17 Agustus 1945 menyebabkan banyak pekerja Indonesia mendapat diskriminasi dari perusahaan Belanda tempat mereka bekerja. Perlakuan diskriminasi tersebut mendapatkan kecaman dari Australian Seamen’s Union in Sydney. Mereka melakukan protes dan unjuk rasa menuntut penghapusan diskriminasi. Aksi ini menandai tonggak awal simpati rakyat Australia terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Aksi dukungan terhadap Indonesia di Australia menguat saat Waterside Workers Federation (WWF) bergabung dengan Australian Seamen’s Union in Sydney. Kedua kelompok tersebut melakukan aksi mogok kerja dan memblokir pelabuhan tempat perusahaan Belanda beroperasi pada 24 September 1945. Peristiwa yang dikenal dengan sebutan Black Ban tersebut menyebabkan Belanda tidak dapat mengirim Logistik militernya ke Indonesia. Setelah melancarkan aksi mogok kerja, Waterside Workers Federation ( WWF) dan Australian seamen’s Union in Sydney mengadakan rapat publik serta acara amal untuk membantu para pelaut Indonesia. Sejumlah perserikatan pekerja di Australia pun tergerak membantu pelaut Indonesia yang kehilangan pekerjaan dan tempat tinggal.

Australia menjadi salah satu negara yang mengecam Agresi Militer Belanda 1 di Indonesia. Serangan tersebut menjadi berita hangat di sejumlah surat kabar Australia dan memicu meningkatnya simpati rakyat Australia terhadap kedaulatan Indonesia. Dengam cepat pemerintah Australia membawa kasus Agresi Militer Belanda I di Indonesia ke sidang Dewan Keamanan PBB. Agresi Militer I diakhiri dengan perundingan Renville. Dalam perundingan tersebut Australia mengirim dua delegasi, yaitu Richard Justice Kirby dan Thomas Critchley.

Komentar